Sore
Sebagai
manusia yang sedang belajar bagaimana menerima perasaan dengan sebaiknya,
selalu dipaksakan untuk tersenyum dan terus melangkah. Tersenyum walau aku
masih merasakan kepedihan yang digoreskan oleh mereka, penguasa keadaan dan
hati pada diriku. Menjadi seorang patung yang terlihat rigid dan bau busuk
untuk terus didekati memutuskan untuk menghindar jauh, memperhatikan dalam diam
dan bergerak terpaksa saat keributan terjadi. Itupun dengan mempertaruhkan
harga diri, dengan menahan ulu hati yang terasa sakit. Bukan berarti aku
terdiam dan tidak mendengar semua perkataan luarbiasa menyayat hati itu, aku
menghindar dan menyibukkan diri dengan hal lain, dimana kamu akan terasa bebas
dengan tingkah lakumu yang begitu terasa asyik dilakukan. Sebagai manusia yang
setengah tidak manusia aku mengakui bahwa rasanya sakit dan mesti bertahan.
Sore
ini, jari-jariku mencoba melangkah pada tuts-tuts keyboard yang kecil mencari
dan meraba kebutuhan huruf-huruf untuk dituts menjadi kata-kata yang indah di
sore ini. Tidak mampu menangis, hujan pun sedang mewakili. Tidak mampu marah
seperti gelegar gemuruh dilangit sana, itupun sore ini sudah diwakili.tidak
mampu memberikan lirikan yang mengerikan seperti kilat petir, saat ini pun
sudah terwakili. Seperti music yang tidak mengerti keadaan teruslah bernyayi
asyik sesuai kehendak user, begitupun dengan perasaan ini sesuai dengan
kehendak Nida untuk terus menikmati keasyikan hidup. Tanpa urusan hati.
Pernah
merasakan sore hujan begitu lebat seperti saat ini, mengalami kerusakan hati
yang kaku itu dikarenakan seseorang yang sangat disayangi dalam diam tidak
hadir. Ketakutan akan kehilangan begitu saja hadir dengan kecepatan tinggi
masuk menuju hati dan air mata mengalir dengan sendirinya. Kali ini tidak, tak
melihat kepergian dan kedatangannnya, karena ditempat yang berbeda. Hanya doa
yang selalu dipanjatkan agar selalu sehat dan terhindar dari bahaya yang sangat
mengganggu aktivitasnya.
Sore
ini, berurusan dengan hati. Tidak mampu diungkapkan hanya disimpan dalam hati,
begitu naif. Biarlah waktu yang akan mengetahui perasaan ini, namun dosa dan
rasa rindu terus saja bertambah dengan seiring waktu. Mulut terkunci malas
berusan dengan mata, biarlah bibir yang membalas dengan ikhlas, dan mengenai
rinduu yakinlah lantunan doa akan terdengar dan menggerakann hatinya.
Semarang, 6 April 2016
Comments
Post a Comment