(Menunggu) Kepastian Takdir
(doc. honda-rohul.blogspot.co.id)
Di Semarang, Universitas Negeri Semarang (Unnes)
setiap tahunnya mengadakan perhelatan besar yang diikuti seluruh sivitas
akademika, Dies Natalis. Baru-baru ini Unnes mengadakan dies natalis yang ke
51, acara meriah pun disajikan untuk dinikmati warga Unnes dan sekitarnya.
Tidak terlewatkan pembagian door prize diakhir acara pun menjadi tujuan
mahasiswa, karyawan, sampai dosen mengikuti kegiatan undian keberuntungan. Banyak
hadiah yang siap diberikan dan pastinya hadiah utama yang biasa ditunggu
peserta karena, paling gede dan mahal. Sehingga peserta yang datang ke tempat
pengundian tersebut sudah mambawa kepercayaan diri masing-masing; doa-doa yang
sudah dipanjatkan sebelum hari pelaksanaan, bekal kepercayaan atas tafsir mimpi
keberuntungan, atau sekadar datang menikmati acara.
Tidak tanggung-tanggung proses penantian mereka ikuti
walaupun, kegiatan ini tidak hanya sekadar pembagian door prize saja. Banyak
pentas seni dan lainnya yang pastinya membuat peserta gregettan dan tetap terhibur.
Jika panitia berkata, saatnya membuka udian sontak memasang telinga dan
mengamati secara seksama nomor pada kertas yang dipengang dengan ucapan
panitia. Ketika nama yang disebutkan hampir mirip kata, yahh.. hampir. Atau
ketika belum angkanya dia tetap diam dan sambil meyakinkan diri, nanti pasti
dapat. Yang lebih menyenangkan lagi, ketika nomor yang disebutkan panitia tak
kunjung memunculkan diri, serempak mengatakan hangus. Intinya ingin mempercepat
atau menentukan keberuntungan milikinya.
Diatas hanyalah sebuah analogi mengenai pencarian
kesempatan yang sering terdapat di sekitar kita. Hanya bermodal kepercayaan
saja, dan menurut mereka adalah cukup. Jika paham mata pelajaran dulu tentang
peluang mungkin kita akan sadar berapa peluang yang bisa didapatkan. Sampel
dibagi dengan ruang sampel yang ada, jika pada analogi tersebut maka jumlah
hadiah yang dibagikan dengan orang yang yang mengharapkan. Ingat, jika hasilnya
0 maka kemungkinan kemustahilan sangat kuat.
Sebenarnya, permasalahan bukan terletak pada acara
pengundian tetapi sikap masyarakat kita yang kebanyakan hanya bermodal aji
mumpung ( menunggu kepastian takdir-red). Menunggu dalam konteks disini begitu
luas, yang jelas menunggu akan perubahan
dengan mengandalkan proses perubahan alam yang akan menggerakannya.
Lebih tepatnya menunggu akan perubahan terjadi sendirinya. Banyak kasus yang
terjadi dikalangan muda saat ini, contohnya saya yang masih mengenyam
pendidikan di perguruan tinggi. Kebanyakan dari teman saya tidak cukup berani
untuk melangkah, melakukan perubahan tetapi mereka hanya sekadar menunggu saja.
Tidak ada tindakan yang pasti dari dirinya. Lantas pertanyaan adalah, bagaimana
akan mendapatkan perubahan?
Hanya menunggu saja akan mendatangkan kebosanan yang
tidak terkira. Dan pastinya tidak mendapatkan apapun selain rasa kesal yang
datang bertubi-tubi dan penyesalan yang tidak kunjung habis. Sudahlah, memang
sudah waktunya menghilangkan kebiasaan menunggu kepastian takdir J.
Comments
Post a Comment